BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Analisis
Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Pembelian T – Shirt
“In Tee – Shirt” Di Yogyakarta yang dilakukan oleh Ika Puji Lestari ( 00311308
) pada tahun 2004 dengan variabel penelitian meliputi harga, kualitas, model
atau desain dan warna yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap keputusan konsumen dalam pembelian t – shirt “In Tee – Shirt”. Dapat
dibuktikan dengan hasil uji t pada masing – masing variabel yang mempunyai
nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel.
Kualitas mempunyai pengaruh tentang dominan sebesar 0,179, harga 0,133, warna
0,067 dan model atau desain 0,044.
Novita Dewi Arini ( 00311328 ) pada tahun
2003 melakukan penelitian tentang Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan
Pembelian Gudeg Di Rumah Makan Bu Tjitro Yogyakarta dimana variabel yang
diteliti meliputi atribut harga, image atau citra, rasa atau aroma dan
pelayanan terhadap keputusan pembelian gudeg di rumah makan Bu Tjitro
Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi masing – masing
atribut produk adalah positif sebesar 0,115 ( harga ), 0,337 ( image atau citra
), 0,122 ( rasa atau aroma ) dan 0,291 ( pelayanan ), sehingga hipotesis
yang menyatakan ada pengaruh positif dari variabel harga, image atau citra,
rasa atau aroma dan pelayanan terhadap keputusan pembelian gudeg di rumah makan
Bu Tjitro Yogyakarta dapat diterima.
Tahun 2003, Wirawan Adhi Prabowo ( 99311385
) juga mengadakan penelitian tentang Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut
Produk Getuk Trio, Magelang dengan variabel penelitian meliputi harga, rasa,
kemasan dan daya tahan. Berdasarkan
Uji Chi Square untuk :
- Jenis kelamin x2 hitung 0,620 dan
x2 tabel 12,59.
- Usia x2 hitung 6,88 dan x2
tabel 28,9.
- Tingkat pendidikan x2 hitung 1,291
dan x2 tabel21,0.
- Jenis pekerjaan x2 hitung 3,942 dan x2 tabel 36,4.
- Penghasilan x2 hitung 9,695 dan x2
tabel 36,4.
Maka Ho
diterima yang berati tidak ada perbedaan sikap konsumen berdasarkan
karakteristik terhadap penelitian atribut harga, rasa, kemasan dan daya tahan.
Berdasarkan data primer yang telah diolah dengan menggunakan metode Analisis
Fisbeint’s atribut produk berupa rasa memperoleh nilai Ao terbesar, yaitu
13,53. hal tersebut menunjukan atribut produk berupa rasa mampu memberikan
kepuasan tertinggi kepada para konsumen produk Getuk TRIO.
Essa Setyandari ( 99311282 ) pada tahun
2004 melakukan penelitian tentang Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan
Pembelian Di Rumah Makan Ayam Goreng Suharti dengan variabel harga, produk,
suasan, pelayanan dan lokasi secara bersama – sama mempunyai pengaruh positif
terhadap keputusan beli konsumen. Hal ini ditunjukan dengan hasil koefisien
regresi, kelima atribut produk tersebut setelah diuji dinyatakan signifikan dan
mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Dapat diketahui dari
hasil bobot beta uji koefisien regresi. Dari kelima atribut yang diteliti
diperoleh bobot beta masing – masing atribut sebagai
berikut : harga 21,6 %, produk ( dalam
hal ini cita rasa ) 30,1 %, suasana 19,2 %, pelayanan 24,7 % dan lokasi 18,8 %.
2.2 Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran
dalam arti sederhana dikenal sebagai bentuk pertukaran. Pertukaran disini
terjadi karena masing-masing pihak yang bertransaksi mempunyai kelebihan dan
kekurangan, sehingga hal tersebut menjadikan masing-masing pihak saling
melengkapi keinginan dan kebutuhanya.
Sedangkan
menurut Philip Kotler (1997 : 8) pemasaran adalah suatu proses social dan
manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk
yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut
Basu Swastha (2000 : 178) pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan
usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pada pembeli
yang ada maupun pembeli potensial.
Menurut
Indryo Gitosudarmo (1999 : 158) proses pemasaran merupakan proses tentang bagaimana
pengusaha dapat mempengaruhi konsumen agar konsumen tersebut dapat menjadi
tertarik (tahu), senang, kemudian membeli dan akhirnya puas terhadap produk
yang di pasarkanya.
Menurut
Adrian Payne (2001 : 28), pemasaran merupakan proses mempersepsikan, memahami,
menstimulasi, dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih khusus dengan
menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Dengan demikian pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah
organisasi kebutuhan pasar. Pemasaran memberikan perhatian pada hubungan timbal
balik yang dinamis antara produk-produk dan jasa-jasa perusahaan, keinginan dan
kebutuhan konsumen serta kegiata-kegiatan para pesaing.
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran bukan hanya mempertukarkan produk
kepada pihak lain, tetapi juga menyangkut merencanakan, menciptakan,
menawarkan, dan mendistribusikan barang-barang yang bernilai dengan pihak lain.
2.1.2Konsep Pemasaran
Menurut
Basu Swastha (1997 : 181) Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang
menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial
bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Sedangkan
menurut Philip Kotler (1997 : 17) Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk
meraih tujuan organisasi adalah lebih efektif dari pada para pesaing dalam
memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan
keinginan pasar sasaran.
Konsep
pemasaran berdasarkan pada empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terpadu, dan profitabilitas. Konsep pemasaran mengalami pemandangan
dari luar kedalam, yaitu memulai dengan pasar yang didefinisikan dengan baik,
memusatkan perhatian pada kebutuhan pelanggan, memadukan semua kegiatan yang
akan mempengarui pelanggan dan menghasilkan laba melalui pemuasan pelanggan.
Sementara
itu, Tull dan Kahle (1997) mendefinisikan konsep pemasaran sebagai suatu konsep
fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan
keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang
digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Melihat uraian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran terbagi atas 4 faktor, yang lebih
dikenal dengan 4P atau marketing mix yang terdiri dari:
a.
Product (produk).
Philip Kotler (2002) mendefinisikan
produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kesuatu pasar untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan. Produk-produk ini meliputi barang fisik, jasa,
pengalaman, peristiwa, tempat, property,
organisasi dan gagasan.
b.
Place (tempat distribusi)
Dalam rangka memperlancar arus pengiriman
barang dan jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting dalam
pemasaran adalah memilih secara tepat dan sesuai saluran distribusi yang
digunakan, baik dari tempat, jenis rantai distribusi maupun lainya.
Alex S. Nitisemito, (1998:76) menjelaskan saluran distribusi
yaitu :
Lembaga – lembaga distribusi atau lembaga
penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang
atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Distribusi ini bekerja secara aktif
untuk mengusahakan perpindahan buku hanya secara fisik tetapi dapat arti agar
barang-barang tersebut dapat dibeli oleh konsumen.
Adapun tipe-tipe saluran distribusi
menurut Basu Suasta DH dan Ibnu Sukotjo (1999:202) sebagai berikut :
a) Produsen-konsumen
Merupakan
bentuk saluran distribusi yang paling sederhana tanpa mengunakan perantara,
produsen dapat menjual barangnya secara langsung kepada konsumen.
b) Produsen
– Pengecer – konsumen
Saluran ini juga disebut saluran
distribusi langsung. Disini pengecer besar langsung melakukan pembelian kepada
produsen.
c) Produsen
– Pedagang besar – Pengecer – Konsumen
Saluran
distribusi yang banyak dipakai oleh perusahaan dan dapat disebut saluran
tradisional. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar saja
dan tidak menjual kepada pengecer, lalu pengecer akan dilayani oleh pedagang besar
dan konsumen dilayani oleh pengecer.
d) Produsen
– Agen – Peadagang besar – Pengecer – konsumen
Dalam saluran ini produsen mnggunakan
agen sebagai perantara untuk menyalurkan barang kepada pedagang besar kemudian
menjualnya kepada toko kecil.
e) Produsen
– Agen – Pengecer – Konsumen
Disini
produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan
besar dalam saluran distribusi yang ada. Saluran dari agen adalah pengecer
besar.
c. Price
(Harga )
harga merupakan
satu-satunya dari seluruh elemen bauran pemasaran yang menghasilakn pendapatan,
sedangkan elemen lain menimbulkan biaya. Harga merupakan sejumlah nominal yang
harus dibayar pelanggan atas produk yang dinikmati.
Mengingat kaitan harga yang berhubungan dengan besarnya
biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk, maka
dalam penentuannya Kotler (2002:520) berpendapat harus melewati enam langkah,
yaitu:
a)
Memilih Tujuan Penetapan Harga
b)
Menetunkan Permintaan
c)
Memperkirakan Biaya
d)
Menganalisis biaya, harga dan
tawaran pesaing
e)
Memilih Metode Penetapan Harga
f)
Memilih Harga Akhir.
d. Promotion
(promosi)
Philip Kotler (2002)
menyebutkan promosi merupakan seluruh aktifitas perusahaan untuk
menginformasikan suatu produk termasuk didalamnya usaha untuk mempengaruhi
konsumen dengan membujuk, maupun mengingatkan konsumen akan keberadaan produk
mereka. Sedangkan Peter dan Olson (2000) menggolongkan atau mengelompokkan
promosi menjadi empat golongan atau jenis, yaitu iklan (Advertising),
penjualan personal (Personal Silling), promosi penjualan (Sales
Promotion) dan publisitas (Publicity).
2.3 Pengertian Produk dan Klasifikasi Produk
2.2.1 Pengertian produk
Produk
merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan,
diminta, dicari, dibeli, digunakan, maupun dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan
kebutuhan atau keinginan yang bersangkutan. Secara konseptual Fandy Tjiptono
menyebutkan (1997:95) :
Produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu
yang bias ditawarkan sebagai usaha untuk mecapai tujuan organisasi melalui
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan
kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa produk dapat pula didefinisikan sebagai presepsi
konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya, secara lebih
terperinci konsep produk total meliputi barang, kemasan, merek, label,
pelayanan, dan jaminan yang kesemuanya tersebut dapat disebut pula sebagai
atribut produk.
2.2.2 Klasifikasi Produk
Produk
dapat di klasifikasikan atau dibagi - bagi dari sudut pandang yang berbeda - beda.
Produk pada umumnya diklasifikasikan. Berdasarkan siapa konsumenya dan untuk
apa produk tersebut dikomsumsi. Berdasarkan krikteria atau sudut pandang ini
produk dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu barang konsumen (consumer’s good)
dan barang industri (industrial’s good).
Pengertian
dari barang konsumen sendiri dapat diartikan sebagai barang yang dikonsumsi
untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Pada
umumnya barang konsumen diklasifikasikan berdasarkan pada kebiasaan konsumen
dalam berbelanja ( Berkowitz, et al, 1992 ), yang dapat juga dicerminkan dalam tiga
aspek berikut ini :
a)
Usaha yang dilakukan konsumen
untuk sampai pada suatu keputusan pembelian.
b)
Atribut – atribut yang
digunakan konsumen dalam pembelian.
c)
Frekuensi pembelian.
Setelah
melihat dasar dari pembagian barang konsumen diatas, maka berikut ini merupakan
klasifikasi dari barang konsumen. Barang konsumen dapat di klasifikasikan
menjadi empat jenis, yaitu :
1. Convenience
Goods.
Barang Konveniens atau convenience goods merupakan barang
yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi ( sering dibeli),
dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum dalam
pembandingan dan pembelianya. Barang konveniens sendiri masih dapat dibagi lagi
menjadi 3 jenis yaitu:
a. Staples.
Merupakan barang yang dibeli konsumen secara rutin dan
reguler.
b. Impulse
Goods. Merupakan barang yang dibeli tanpa perencanaan
terlebih dahulu ataupun usaha – usaha untuk mencarinya. Impulse goods tersedia
dan dipajang di banyak tempat yang tersebar, sehingga konsumen tidak terlalu
susah untuk menemukanya.
c. Emergency
Goods. Merupakan barang yang dibeli bila suatu
kebutuhan dirasa konsumen sangat mendesak.
2. Shopping
Goods.
Shopping goods merupakan barang – barang yang dalam proses
pemilihanya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang
tersedia. Shopping goods dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yang berbeda,
yaitu :
a. Homogeneous
shopping goods. Merupakan barang – barang yang oleh
konsumen dianggap serupa dalam kategori kualitas tetapi berbeda dalam hal
harga.
b. Heterogeoneous
shopping goods. Merupakan barang – barang yang aspek
karakteristik atau cirri khasnya (features) dianggap lebih penting oleh
konsumen dari pada aspek harga. Dengan kata lain konsumen mempersepsikannya
berbeda dalam hal kualitas dan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan
label)nya.
3. Specialty
Goods.
Specialty goods merupakan suatau barang yang spesial yang
memiliki cirri – cirri unik atupun karakteristik yang lain dari pada barang
yang lain, dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk
membelinya. Pada umumnya barang – barang specialty merupakan barang – barang yang
tergolong mewah dengan merek dan model yang spesifik. Yang menjadi konsumen
baranag spesial (specialty goods) ini pada umumnya adalah golongan
masyarakat menengah keatas.
4. Unsought
Goods.
Unsought goods merupakan barang – barang yang tidak
diketahui konsumen kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum
terpikirkan untuk membelinya. Unsought goods dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Regularly
unsought goods, adalah barang – barang yang sebetulnya sudah ada dan diketahui
konsumen, tetapi tidak terpikirkan untuk membelinya.
b. New
unsought goods, adalah barang yang benar – benar baru dan sama sekali belum
diketahui konsumen. Jenis baran ini merupakan hasil inovasi dan pengembangan
produk baru, sehingga belum banyak konsumen yang mengetahuinya.
Klasifikasi kedua dari produk adalah barang industri.
Yang disebut sebagai barang industri yaitu barang – barang yang dikonsumsi oleh
konsumen bisnis atau para pelaku industri. Barang industri pada umumnya selain
dikonsumsi langsung juga dapat diubah ataupun dijual kembali tanpa melakukan
perubahan fisik pada barang tersebut. Barang industri dapat diklasifikasikan
berdasarkan perananya dalam proses produksi dan biayanya. Philip Kotler dalam
Fandy Tjiptono menyebutkan ada tiga kelompok barang industri yang dapat
dibedakan, yaitu materials and parts, capital items, dan supplies and services.
1. Materials
and Parts. Yang tergolong dalam klompok ini adalah barang
– barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk jadi. Kelompok
ini dapat diperinci menjadi dua macam, yaitu bahan baku serta bahan jadi dan suku cadang.
2. Capital
Items. Adalah barang – barang tahan lama (long
lasting) yang member kemudahan dalam mengembangkan dan/atau mengelola
produk jadi. Capital items ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
intalasi dan peralatan tambahan (accesoies equipment).
3. Supplies
and Services. Yang termasuk dalam kelomok ini adalah barang
– barang tidak tahan lama (short lasting) dan jasa yang member kemudahan
dalam mengembangakan dan/atau mengelola keseluruhan produk jadi.
2.2.3 Pengertian Atribut Produk dan Komponen Atribut produk.
Atribut
produk (mutu, merek, kemasan, dan label) dapat diartikan sebagai suatau
karakteristik yang spesifik dari produk yang memberikan manfaat penting bagi
konsumen dan dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.
Disebutkan
dalam, Fandy Tjiptono (1997) mengartikan atrbut produk (mutu, merek, kemasan,
dan label) sebagai ungsur – unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen
dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Unsur – unsur atribut
tersebut meliputi merek, kemasan, label, jaminan, pelayanan, dan sebagainya.
Didasarkan
pada pengertian atribut diatas maka
peneliti ini menggunakan komponen atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan
label), yaitu mutu, kemasan, label, dan merek sebagai bahan dasar penelitian.
Karena sabun merupakan bahan convenience yang tidak tahan lama maka untuk
komponenan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) jaminan tidak
diikut sertakan, begitu pula dengan komponen atribut produk (mutu, merek,
kemasan, dan label) seperti pelayanan, ini dikarnakan dalam melakukan pembelian
sabun jarang disertai dengan pelayanan – pelayanan yang khusus.
Atribut
produk (mutu, merek, kemasan, dan label) sendiri memiliki beberapa komponen
yang menyertai suatu produk perusahaan, komponen – komponen tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a.
Mutu
Mutu
meruakan salah satu faktor penting bagi seorang pemasar maupun produsen yang
mempengaruhi posisi produk. Menurut Kotler dan Armstrong mutu produk berarti
kemampuan produk tersebut untuk melaksanakan fungsinya termasuk didalamnya keawetan,
keandalan, ketepatan, kemudahan, dipergunakan, dan diperbaiki, serta atribut
bernilai yang lain ( 1997 : 279 ) keseluruhan ciri atau sifat barang dan jasa
yang berpengaruh kemampuannya memenuhi kebutuhan yang diyatakan maupun tersirat
Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002 : 37) terdapat delapan dimensi
karakteristik kualitas atau mutu produk, yaitu :
1. Performance.
Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk tersebut dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu
produk.
2. Features.
Merupakan aspek kedua dari performance yang menambah fungsi dasar berkaitan
dengan pilihan – pilihan dan pengembanganya.
3. Keandalan
(Reliability). Berkaitan denagan probabilitas atau kemungkinan suatu
produk melaksanakan fungsinya dengan baik atau berhasil dalam waqktu priode tertentu
dengan kondisi tertentu.
4. Konfirmasi.
(Confirmance). Berkaiatan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Durability.
Merupakan ukuran masa pakai suatu produksi, karakteristik ini berkaitan dengan
daya tahan dari produk itu.
6. Kemampuana
pelayanan (service ability). Merupakan karakteristik yang berkaitan
dengan kecepatan, keramahan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi
dalam perbaikan.
7. Estetika
(esthetics). Merupakan karakteristik yang bersifat supjektif sehingga
berkaitan denagan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau
pilihan individual.
8. Kualitas
yang dirasakan (perceived quality ) sifat subjektif bekaitan dengan perasaan
pelanggan dalam mengkonsumsi produk tersebut seperti meningkatka harga diri, prestise, dan lain sebagainya.
b.
Merek.
Merek
merupakan sesuatu yang selalu “mengiringi” suatau produk. Dalam suatau proses
produksi merek merupakan identitas suatau produk yang sangat dipertimbangkan
dalam pemilihan dan keputusan pembelian terhadap suatu produk.
Merek
dapat diartikan sebagai nama, istilah, symbol, atau kombinasi hal – hal
tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakanya dengan produk pesaing.
Namun pada dasarnya suatu merek juga merupakan janji penjual untuk secara
konsisten menyampaikan serangkaian ciri – ciri, manfaat, dan jasa tertentu
kepada para pembeli. Aaker (1996) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang
mendasar antara produk dengan merek, yaitu : produk hanyalah sesuatau yang
dihasilkan oleh pabrik, sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli konsumen.
Dengan kata lain, bila produk dapat ditiru dengan mudah oleh pesaing maka merek
selalu memiliki keunikan yang relatif sukar dijiplak. Fandy Tjiptono (1997 :
104) menyebutkan bahwa merek memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai
indentitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatau
perusahaan dengan produk pesaingya. Ini akan memudahkan konsumen untuk
mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.
2. Alat
promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
3. Untuk
membina citra, yaitu dengan meberikan keyakinan, jaminan kualitas estra serta
prestise tertentu kepda konsumen.
4. Untuk
mengendalaikan pasr.
Mc.
Carthy dan Perrault dalam bukunya mengungkapkan bahwa ada beberapa kondisi yang
menguntungkan untuk pemberian merek yaitu :
1. Produk
menjadi mudah diidentifikasi oleh merek atau merek dagangan.
2. Kualitas
produk merupakan nilai terbaik dalam menetapkan harga dan kualitasnya menjadi
mudah dipertahankan.
3. Ketersediaan
yang terpercaya dan tersebar dimungkinkan.
4. Permintaan
terhadap kelas produk umum cukup besar.
5. Harga
pasar cukup tinggi agar supaya pemberian meraknya cukup menguntungkan.
6. Ada sekala
ekonomis jika pemberian merek benar – benar berhasil, biaya bisa turun dan laba
akan meningkat.
7. Tersedian
lokasi atau pajangan di toko.
Seorang
pakar merek dari Universitas California di Berkeley Amerika Serikat, David A,
Aaker mengembangkan konsep ekuitas merek (brand equity). Inti dari konsep ini
adalah bahwa sebuah merek bias memiliki posisi yang sangat kuwat dan menjadi
modal / ekuitas, apabila merek tersebut memenuhi empat factor utama, yaitu
brand awareness (telah dikenal oleh masyarakat), strong brand association
(memiliki asossiasi merek yang baik), perceived quality (dipersepsikan konsumen
sebagai produk yang berkualitas), dan brand loyalty (memiliki pelanggan loyal
atau setia terhadap merek tersebut).
c.
Kemasan
Pengemasan
(packaging) merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan
wadah atau pembungkus untuk suatau produk. Fandy Tjiptono (1997 : 106)
menyebutkan bahwa tujuan penggunaan kemasan antra lain meliputi :
1. Sebagai
pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan , kehilangan,
berkurangnya kadar atau isi, dan sebagainya.
2. Untuk
memberikan kemudahan dalam penggunaan (aperating), misalnya supaya tidak
tumpah sebagai alat pemegang, mudah menggunakanya.
3. Bermanfaat
dalam pemakaian ulang (reusable), atau untuk melakukan isi ulang (refill).
4. Memberikan
daya tarik (promotion), dari segi artistik, warna, bentuk, maupun
desainya.
5. Sebagai
identitas produk (image). Misalnya berkemas awat, kokoh, mewah atau
lembut.
6. Dalam
hal distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung, atau
ditangani.
7. Informasi
(labelling), yaitu menyakut isi, pemakaian, dan kualitas.
8. Sebagai
cerminan inovasi produk, terkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang.
Pemberian
kemasan pada suatu produk bias memberikan tiga manfaat utama (Berkowitz ep al,
!999), yaitu :
1. Manfaat
Komunikasi. Manfaat utama kemasan adalah sebagai media pengungkapan informasi
produk kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi cara menggunakan produk, komposisi
produk, dan informasi khusus (efek samping, frekuensi pemakaian yang oktimal,
dan sebagainya). Informasi lainya berupa segel atau symbol bahwa produ tersebut
halal dan telah lulus pengujian atau disahkan oleh instansi pemerintah yang
berwenang.
2. Menfaat
Fungsional. Kemasan seringkali memastikan peranan fungsional yang penting,
seperti memberikan kemudahan, perlindungan, dan penyimpanan.
3. Manfaat
Perseptual. Kemasan juga bermanfaat dalam menanamkan persepsi tertentu dalam
benak konsumen.
Assauri
dalam bukunya meyebutkan bahwa kemasan yang baik harus dapat memenuhi syarat –
syarat sebagai berikut :
1. Harus
dapat melindungi produk terhadap kerusakan, kehilangan dan kekotoran.
2. Harus
ekonomis dan praktis bagi kegiatan pendistribusian produk tersebut, hal ini
dimaksutkan bahwa perusahaan harus dapat memilih jenis dan cara pembungkusan
dengan biaya yang relative murah, akan tetapi dapat memberi kemudahan bagi
konsumen untuk membawa dan menyimpanya.
3. Ukuran
kemasan hendaklah sesuai dengan kehendak pembeli, misalnya besar kecilnya
kemasan tersebut dan bentuknya sesuai dengan kesatuan produk.
4. Kemasan
haruslah memberikan aspek deskriptif, yaitu menunjukan merek, kualitas, yang
terdapat dalam produk tersebut.
5. Kemasan
hendaknya mempunyai citra dan aspek seni.
d.
Label
Subset dari kemasan, label bisa hanya
berupa tempelan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang yang
memberikan kesatuan dari kemasan. Label juga sangat berkaitan erat dengan
pengemasan. Stanton
dalam Fandy Tjiptono (1997) menyebutkan bahwa label merupakan bagian dari suatu
produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual, sebuah label
bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa pula merupakan etiket (tamda
pengenal) yang dicantelkan pada produ. Menurut Gito Sudarmo (1995) label
merupakan bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan
menenai barang tersebut ataupun jumlahnya secara garis besar terdapat tiga macam
label (Stanton, et al. 1996),yaitu:
1. Brand
lebel, yaitu nama produk yangdiberikan pada produk
atau di cantumkan pada kemasan
2. Desceriptive
label,yaitu label yang memberikan informasi obyekti
mengenai penggunaan,konstruksi / pembuatan, perawatan / perhatoian dan kinerja
produk, serta karakteri-karakteristik lainya yang berhubungan dengan produk.
3. Grade label, yaitu
label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk (product’s judget
quality) dengan satu huruf,angka,atau dengan kata. Di amerika, misalnya buah
persik dalam kaleng diberi label kualitas A,B,C,dan D
e.
Layanan Pelengkap
pada
saat ini banyak produk yang tidak dapat dari unsure jasa atau layanan, baik itu
sebagai jasa inti (jasa
murni) maupun jasa sebagai pelengkap. Produk inti umumnya sangat bervariatif
antara tipe bisnis yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada umumnya memiliki
layanan pelengkap yang hampir sama. Menurut Lovelock dalam Fandy Tjiptono
(1997:107) mengklasifikasikan layananpelengkap menjadi delapan kelompok, yaitu :
1. Informasi.
Misalnya jalan / arah menju tempatprodusen, jadwal atau
skdul penyanpaian produk / jasa, harga, instruksi,mengenai penggunaan produk
inti ataupun layanan pelengkap, peringatan (warnings),kondisi penjualan /
layanan ,pemberitahuan adanya perubahan, dokumentasi, konfirmasi reservasi, rekapitulasi
rekening, tanda terima dan tiket.
2. Konsultasi.
Seperti pemberian saran, auditing, konseling pribadi, dan
konsultasi manajemen / teknis.
3. OrderTtaking.
Meliputi aplikasi(keanggotaan di klup atau programtertentu,
jasa langganan, jasa berbasis kualifikasi seperti perguruan tinggi, order
entry, dan reserpasi seperti tempat duduk , meja ruang, dan fasilitas yang
terbatas seperti pameran )
4. Hospitality.
Di antaranya sambutan, toilet, fasilitas menunggu, security,
transportasi, dan perlengkapan kamar mandi.
5. Caretaking.
Terdiri dari perhatian dan perlindunan atas barang milik
pelanggan yang mereka bawa (parker kendaraan roda dua atau empat, penitipan tas
dan lain-lain, serta perlindungan atas barang yang telah dibeli pelanggan
(pengemasan, transportasi, instalasi, reparasi, upgrade, inovasi, dan
pemeliharaan preventif).
6. Exceptions.
Meliputi permintaan kusus sebelumnya penyampaian produk,
menangani complain / pujian / saran, pemecahan masalah dan restitusi
(pengembalian uang, kompensasi, dan sebagainya).
7. Billing.
Meliputi laporan periodic, faktur untuk transaksi
indifidual, laporan verbal mengenai jumlah rekening, mesin yang memperlihatkan
jumlah rekening dan self – billing.
8. Pembayaran.
Berupa sualayan oleh pelanggan, pelanggan berinteraksi
dengan perusahaan yang menerima pembayaran, pengurangan otomatis atas rekening
nasabah, serta control dan verifikasi.
f.
jaminan (Garansi)
jaminan
adalah janji yang merupakan kuwajiban produsen atas produknya kepada konsumen,
dimana para konsumen akan diberim ganti rugi bila produk ternyata tidak bias berfungsi
bagaimana mestinya, tidak seperti yang diharapkan, tidak seperti yang
dijanjikan. Jaminan bias berupa kualitas produk, reparasi, ganti rugi ( uang
kembali atau produk di tukar ), dan sebagainya. Jaminan sendiri ada yang
bersifat tertulis dan adapula yang ttdak tertulis. Pada saat ini jaminan sering
kali dimanfaatkan sebagaai aspek promosi, terutama pada produk – produk tahan
lama.
2.2.4 Prilaku Konsumen
Loudon
dan Della Bitta dalam buku Mangkunegara, mengartikan perilaku konsumen sebagai
suatu proses pengambilan keputusan dan aktifitas individu secara fisik yang
dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh menggunakan atau dapat mempergunakan
barang atau jasa.
Sedangkan
Mangkunegara mengartikan prilaku
konsumen sebagai suatu tindakan - tindakan yang dilakukan individu, kelompok
atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam
mendapatkan, menggunakan barang atau jasa ekonomis yang dipengaruhi lingkungan.
Disamping
itu menurut James. F. Angel dan Roger D. Blackwell (1996) dalam mendefinisikan
perilaku konsumen sebagai keinginan - keinginan individu yang secara langsung
terlibat dalam mendapatkan barang – barang dan jasa - jasa, termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan dalam persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan
tersebut.
Secara
umum prilaku konsumen dapat digambarkan seperti dalam gambar atau pola dibawah
ini :
Gambar 2.1
Prlaku Konsumen
Sumber : Basu Swasta Dharmmesta, T. Hani
Handoko, 1982, Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen, hlm 27
Gambar
tersebut memperlihatkan bahwa prilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa
bentuk interaksi antara factor – factor lingkungan disatu pihak, individu
dipihak lain. Suatu contoh seorang konsumen telah melihat produk sabun Lifeboy
disuatu tempat (factor lingkungan) dan ia membutuhkan sabun untuk mandi, tetapi
dengan sabun yang sesuai dengan jenis kulitnya dan sesuai dengan kemampuan
keuanganya. Interaksi yang terjadi seperti ilustrasi diatas mengakibatkan adanya
perilaku konsumen dalam bentuk diambilnya suatu keputusan pembelian terhadap
sabun Lifeboy tersebut.
Berdasarkan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen terhadap dua elemen
penting, yaitu 1) proses pengambilan keputusan dan 2) kegiatan fisik, yang
semuanya melibatkan indifidu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan
barang – barang dan jasa – jasa ekonomis.
2.2.5 Model Perilaku Konsumen
Suatu
model dikembangkan untuk berbagai macam penggunaan tetapi tujuan utama dari
pengembangan perilaku konsumen adalah :
1. Membantu
kita mengarahkan teori yang mengarahkan penelitian tentang perilaku konsumen.
2. Sebagai
bahan dasar untuk mempelajari pengetahuan yang terus berkembang tentang
perilaku konsumen.
Pembahasan
mengenai perilaku konsumen dalam sebuah model yang menyeluruh telah dikemukakan
oleh John A. Howard pada tahun 1963, tetapi model ini baru dipublikasikan dalam
buku “The Theory of Buyer Behaviour” ditahun 1969 oleh John A. Howard dan
Jagdish N Sheth, sehingga lebih dikenal sebagai model prilaku konsumen Howard
dan Sheth (Basu Swasta, 1999).
Model
prilaku konsumen Howard dan Sheth menjelaskan mengenai bagaimana suatu input
tertentu bias menghasilkan suatu output tertentu pula, maka diprlukan adanya
informasi dan proses pengambilan keputusan yang melibatkan motivasi, persepsi
dan proses belajar seseorang. Model Howard Sheth tentang prilaku konsumen
berisi empat elemen pokok :
1. Input
( Variables rangsangan / stimuli )
2. Susunan
hipotesis ( Hypothetical Constructs )
3. Output
(Response Variables )
4. Variabel
– variaabel eksogen (Exogeneous Variables )
Keterangan :
a. Input
( Variabel rancangan / stimuli )
Variabel
input dari model Howard – Sheth adalah
berupa dorongan ( stimuli ) yang ada dalam lingkungan konsumen. Sejumlah
pendorong tersebut bersifat komersial ataupun social. Dorongan komersial
berasal dari pemasaran perusahaan, yaitu dorongan yang berupa barang ( produk )
yang berkaitan dengan harga, mutu, tampilan produk dan kesediaan produk
tersebut dipasar. Disamping itu terdapat juga stimuli simbolik yang meliputi
hal – hal yang berhubungan dengan kegiatan periklanan yang telah dilakukan
perusahaan.
Sedangkan
dorongan yang bersifat sosial dimaksudkan dari komunikasi mulut ke mulut ( Word
of Mouth ) yang terjadi didalam keluarga, kelas sosial, dan kelompok referensi,
dimana hal ini merupakan input yang sangat efektif untuk suatu keputusan
pembelian.
b. Susunan
Hipotesis ( Hypothetical Contructs )
Susunan hipotesis merupakan intern
dari konsumen, yang menggambarkan proses hubungan antara input dan output
pembelian. Susunan hipotesis terdiri dari dua bagian, yaitu :
a)
Susunan pengamatan atau
pandangan ( perceptual construct ), yang terdiri atas perhatian, perhatian ini
dipengaruhi oleh dorongan yang bersifat ganda / ambigu ( stimulus ambiguity )
dan oleh sikap, bias pengamatan dan penyelidikan konsumen.
b)
Susunan belajar ( learning
construct ) yang terdiri atas motif, pemahaman merek, criteria pemilihan,
maksud dan tujuan untuk membeli, keyakinan dan keputusan yang akan diperoleh.
c)
Output ( Response variables )
Sebagai
hasil dari model Howard – Sheth adalah variabel tanggapan ( respon variables)
yang berupa keputusan untuk membeli. Tujuan ( Itention ) adalah kecenderungan
konsumen untuk membeli merek yang disukainya. Sikap merupakan penilaian
konsumen tentang kemampuan merek tertentu dari suatu produk dalam memuaskan keinginannya. Pemahaman
mengenai suatu produk adalah sejumlah informasi yang dimiliki konsumen tentang
suatu produk tertentu.
c. Vriabel
– variable Eksogen (Exogeneous variables)
Dalam
model Howard – sheth terdapat variable – variable eksogen yang ikut
mempengaruhi prilaku konsumen, variable – variable tersebut adalah :
a)
Pentingnya keputusan pembelian
b)
Sifat kepribadian
c)
Status keuangan
d)
Waktu
e)
Factor social dan organisasi
f)
Kelas social
g)
Kebudayaan
Prilaku
konsumen merupakan kunci penting dalam penyusunan strategi pemasaran yang
tepat, dengan kata lain prilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui dan
memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen yang akan digunakan dalam
menyusun strategi pemasarn yang tepat. Oleh karena itu, kerangka berpikir dari
pembahasan perilaku konsumen harus didasarkan pada tujuan tersebut. Assaeal
dalam sutisna (2003) secara jelas menggambarkan bagaimana model perilaku
konsumen bias dipelajari yang dapat menunjukkan adanya interaksi antara pemasar
dengan konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan
konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi merek
produk, mempertimbangkan bagaimana alternative merek produ dapat memenuhi
kebutuhan konsumen, dan pada ahirnya memutuskan merek apa yang akan dibeli. Terhadap
tiga factor pertama adalah konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli
suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal – hal yang ada pada
diri konsumen. Kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi
demografis, gaya
hidup dan karakteristik kepribadian individu akan mempengaruhi pilihan individu
itu terhadap berbagai alternative merek yang tersedia.
Faktor
yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen. Pilihan – pilhan
konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang megitarinya. Ketika
seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek produk, dapat didasri oleh
banyak pertimbangan.
Faktor
ketiga yaitu stimuli pemasaran atau disebut juga strategi pemasan. Strategi
pemasaran yang banyak dibahas adalah satu – satunya variable dalam model ini
yang dikendalikan oleh pemasar. Dalam hal ini, pemasaran berusaha mempengaruhi
konsumen dengan menggunakan stimuli – stimuli pemasarn seperti iklan, kemasan
dan lain lainya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan.
Starategi
yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu yang berhubungan dengan produk yang
ditawarkan, penentuan harga jual produknya, strategi promosinya dan bagaimana
melakukan distribusi produk kepada konsumen. Selanjutnya, pemasar harus
mngevaluasi strategi pemasaran yang dilakukan dengan melihat respons konsumen
untuk memperbaiki strategi pemasaran di masa depan.
Dari
uraian diatas dapat digambarkan suatu bagan model perilaku konsumen seperti di
bawah ini :
Gambar 2.3
Model Perilaku
Konsumen
Sumber
: Henry Assael (1992) “Consumer Bahaviour and Marketing Action”
2.2.6 Keputusan Pembelian
Menurut
Assael dalam sutisna (2003) keputusan pembelian diartikan sebagai suatu
tindakan atau perilaku konsumen untuk melakukan pembelian yang diawali oleh
adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan (need arousal)
Gambar 2.4
Proses Pengambilan Keputusan
Sumber : Sutisna, SE. ME, Perilaku
konsumen & Komunikasi Pemasaran, 2003
Keterangan :
Suatu
proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen diawali oleh disadari
tentang adanya masalah (problem recognition). Selanjutnya jika sudah disadari
maka konsumen akan mulai mencari informasi mengenai keberadaan produk yang
diinginkanya, proses pencarian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan semua
informasi yang berhubungan dengan produk yang diinginkan.
Dari
berbagai momen scara terperinci menjelaskan keputusan pembelian yang dilakukan
konsumen, terbagi dalam tiga perspektif pengambilan keputusan
Dengan
dibelinya merek produk tertentu, proses evaluasi belum berakhir karena konsumen
akan melakukan evaluasi setelah melakukan pembelian (post purchase evaluation).
Proses evaluasi ini akan menentukan apakah konsumen akan merasa puas atau tidak
atas keputusan pembelianya. Dampak dari evaluasi ini sangan vital, karena jika
konsumen merasa puas maka pada saat atau pada masa akan datang konsumen
tersebut akan melakukan pembelian ualang begitu pula sebaliknya.
Disamping
gambar bagan diatas terdapat pula model 5 tahap dalam proses pembelian yang
dilakukan oleh konsumen, seperti gambar bagan dibawah ini :
Gambar 2.5
Model Lima Tahab Proses membeli
Sumber : Buku
Catatan Penulis mata kuliah Perilaku konsumen
Keterangan
:
1.
Pada tahap ini konsumen
mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi actual yang
memadai untuk membangkitkan dan melakukan proses pengambilan keputusan.
2.
Konsumen mencari informasi yang
disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang
releven dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).
3.
Bagaimana konsumen memproses
informasi mengenai merek yang bersaing dan membuat pertimbangan nilai yang
terakhir.
4.
Dalam tahap ini membentuk
proferensi diantara merek – merek dalam kelompok pilihan.
5.
Setiap pebelian produk konsumen
akan mengalami suatu tingkatan kepuasan atau ketidak puasan tertentu. Konsumen
juga akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan produk tersebut
yang mendapat perhatian pemasarn.
Selain
moel diatas, engel an Blackwell juga telah mengembangkan suatu model untuk
menganalisis factor – factor yang mempengaruhi prilaku konsumen yang menyebbkan
terjadinya suatu keputusan pembelian pembelian. Model menggambarkan dengan
jelas mulai timbulnya kebutuhan sampai tahap akhir dari suatu pembelian, yaitu
penilaian setelah pembelian. Pendekatan ini didasarkan proses pengambilan
keputusan konsumen. Model ini mempunyai dua versi, yaitu High Involmen dan Low
Invovement. Pebedaan antara keduanya terletak keterlibatan pribadi seseorang,
kuat tidaknya hubungan antara produk yang di beli dengan ego seseorang atau
besar tidaknya resiko yang timbul jika keputusan yang di ambil keliru.
1. High
Involvement
Pada
High Involvement, produk yang di beli mempunyai hubungan erat atau tinggi
dengan ego seseorang, dikarenakan harga produk tersebut mahal, cirri – cirri
produk yang komplek, dan adanya resiko yang tnggi apabila terjadi kesalahan
pengambilan keputusan. Contohnya untuk pembelian rumah, mobil, parfum dan
sebagainya. Pendekatan ini dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari
input, information, dicision process, dicision process variables.
Namun
inti dari pendekatan ini adalah pada komponen decision process, yaitu: 1) need
recognition, 2) information search, 3) alternatif search, 4) choice, 5)
autcome.
Pasa
High Involvement ini, menunjukkan adanya rangkaian aktifitas yang cukup lengkap
dari konsumen dalam pemecahan yang luas, dengan keterlibatan konsumen yang
tinggi pada proses pembelian.
Konsumen
dangan tingkat keterlibatan tinggi adalah seseorang yang sangat memperhatikan
berbedaan adalah merek – merek tertentu, dan bersedia mengeluarkan energy untuk
memperimbangkan segala sesuatu mengenai merek tersebut. Konsumen dengan tingkat
keterlibatan tinggi lebih dari sekedar penerima informasi yang pasif, tetapi ia
lebih cenderung mengevaluasi secara kritis implikasi – implikasi negative dan
positif yang diterima. Sikap terhadap merek tertentu dibentuk dari keoercayaan
yang dikembangkan konsumen dari evaluasi kritis seperti diatas.
2. Low
Involvement.
Pada
Low Involvement, tidak terjadi hubungan yang erat antara produk yang dibeli
dengan ego seseorang, atau dapat dikatakan hbungan tersebut lemah. Contohnya
pada pembelian tissue, makanan kecil dan sebagainya. Model ini menggambarkan
keterlibatan yang rendah ada proses keputusan pembelian pada seseorang
konsumen. Perbedaannya dengan High Involvement adalah terletak pada pencarian
informasi yang dilakukan oleh konsumen, dalam Low Involvement pencarian
informasi yang dilakukan konsumen sangat jarang diperlukan atau bahkan tidak
sama sekali. Konsumen hanya menggunakan kriteria evaluasi sangat sedikit,
sehingga dapat bias dikatakan langsung pada tahap pemilihan, oleh karena itu
jika evaluasi terhadap pembelian memberikan hasil yang baik, maka hail tersebut
akan memberikan pengaruh yang positif pada pembelian berikutnya (konsumen akan
melakukan embelian ulang). Menurut Schiffman dan Kanuk (1999) keputusan
pembelian merupakan suatu keputusan atau penetapan pilihan dari dua atau lebih
alternative pilihan, sehingga keputusan pembelian dapat di artikan sebagai
penetapan pilihan oleh konsumen terhadap dua atau lebih alternatif pilihan
untuk memenuhi kebutuhanya.
2.4 Hubungan Atribut produk dengan Keputusan
Pembelian
Kegiatan
pemasaran berkembang dengan cepat akhir – akhir ini. Persaingan bukanlah antara
apa yang diproduksi berbagai perusahaan dalam pabrik mereka, tetapi apa yang
mereka tambahkan dalam pabrik mereka tersebut dalam pengemasan, mutu produk,
iklan, konsultasi bagi pelanggan dan hal – hal yang lain orang anggap penting.
Dari beberapa hal di atas maka tersirat bahwa atribut produk (mutu, merek,
kemasan, dan label) yang terdiri dari mutu, merek, kemasan, dan label memegang
satu peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen. Kepuasan konsumen akan suetu produk yang berdampak pada dilakukanya pembelian
ulang terhadap produk tersebut. Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu
hubungan antara pengaruh atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label)
terhadap keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2.5 Kerangka Pemikian
Pada
penelitian ini peneliti menggunakan Santri pondok pesantren Darussalam
Blokagung Asrama Al-hikmah sebagai populasi, oleh karena itu peneliti
memberikan kuesioner yang akan diisi oleh sampel. Hal ini perlu dilakukan
sebagai langkah awal untuk mengetahui bagai mana pengaruh atribut produk (mutu,
merek, kemasan dan label) terhadap keputusan pembelian. Untuk mempermudah
penelitian, maka peneliti menggunakan kerangka pemikiran seperti di bawah ini :
Gambar 2.6
Kerangaka Pemikiran Penelitian
Penjelasan
Pengaruh
atribut produk ( mutu, merek, keasan, dan label ) dalam pengambilan keputusan
oleh konsumen dalam penelitian ini dipandang oleh peneliti sebagai suatu
fenomena yang menarik. Untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh atribut
produk ( mutu, merek, kemasan, an label ) ini, maka peneliti diharuskan mengetahui
dan memahami scara teoritis elemen – elemen dsalm penelitian yang berhubungan
dengan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label ) dan konsumen. Setelah
mengetahui dan memahami secara teoritis, maka peneliti membuat konsep – konsep
dan hipotesis penelitian yang merupoakan unsure dari elemen – elemen penelitian
yang dilambangkan rumus Y=f(X1,X2,X3,X4)
Arti dari
lambang – lambang atau huruf – huruf dari rumus diatas adalah sebagai berikut :
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALIRFA%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALIRFA%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALIRFA%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALIRFA%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALIRFA%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif)
Sehingga
arti dari rumus secara keseluruhan adalah “bagaimana pengaruh atribut
produk ( mutu, merek, kemasan, dan label ) terhadap pengambilan keputusan
pembelian yang dilakukan oleh konsumen “.
Selanjutnya
penelti melakukan pengujian hipotesis mengenai dugaan sementara terhadap
konsep – konsep yang telah dibuat proses operasionalisasi sehingga didapat
y=f(x1,x2,x3,x4) yang merupakan hasil pengukuran dari uji hiopotesis. Hasil
dari yang dikatakan sebagai hasil dari penelitian ini.
Sedangkan
secara terperinci mengenai fenomena yang diteliti, yaitu Atribut produk ( mutu,
merek, kemasan, dan label ), peneliti menggunakan alur pemikiran seperti gambar
bagan dibawah ini :
Gambar 2.7
Kerangka Kerangka Mengenai Tribut Produk
Berdasarkan alur pemikiran tersebut, maka atribut produk (
mutu, merek, kemasan, dan label) terdiri dari empat elemen yaitu mutu, merek,
kemasan, dan label. Keempat factor tersebut dapat diukur serta dianalisis
sejauh mana tingkat pengaruhnya atau seberapa besar derajat pengaruhnya
terhadap keputusan pembelian, penelitian menganalisis dengan menggunakan metode
korelasi berganda dan regresi liniear berganda untuk melihat derajat
pengaruhnya serta menggunakan analisis regresi persial untuk menentukan
variable manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian.
2.6 Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawapan sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena
itu runusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimah
pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawabanyang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi secara singkat hipotesis juga dapat
dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.
Menurut
Sugiyono (2001:51) bntuk hipotesis penelitian dibagi menjadi tiga macam yaitu
1.
Hipotesis Deskriptif. Merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif
2.
Hipotesis Asosiatif. Merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif
3.
Hipotesis Komparatif. Merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif
Rumusan
masalah yang ada pada penelitian ini adalah rumusan masalah yang mempunyai
bentuk asosiatif (suatu masalah penelitian yang melihat hubungan / pengaruh dua
variabel lebih ) oleh karena itu dalam penelitian ini hiipotesisnya adalah
sebagai berikut :
1.
Diduga ada pengaruh signifikan
antara variable mutu produk ( X1 ), variable merek ( X2 ), variable kemasan (
X3 ), dan variable label produk ( X4 ) secara simultan maupun parsial terhadap
keputusan penbelian sabun Lifeboy pada santri pondok pesantren Darussalam
Blokagung Asrama Al-Hikmah.
2.
Diduga variabel mutu ( X1 )
berpengauh dominan terhadap Keputusan Pembelian ( Y ) sabun Lifeboy pada Santri
pondok pesantren Darussalam Blokagung Asrama Al-Hikmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar