DAWUHE YAI SYAFA'AT NAK PENGEN BAHAGIA DUNIA AHIRAT OJO SAMPEK NINGGAL NE SHOLAT JAMA'AH

Senin, 11 Juni 2012


BAB 2  TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
      Penelitian tentang Analisis Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Pembelian T – Shirt “In Tee – Shirt” Di Yogyakarta yang dilakukan oleh Ika Puji Lestari ( 00311308 ) pada tahun 2004 dengan variabel penelitian meliputi harga, kualitas, model atau desain dan warna yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen dalam pembelian t – shirt “In Tee – Shirt”. Dapat dibuktikan dengan hasil uji t pada masing – masing variabel yang mempunyai nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel. Kualitas mempunyai pengaruh tentang dominan sebesar 0,179, harga 0,133, warna 0,067 dan model atau desain 0,044.
      Novita Dewi Arini ( 00311328 ) pada tahun 2003 melakukan penelitian tentang Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian Gudeg Di Rumah Makan Bu Tjitro Yogyakarta dimana variabel yang diteliti meliputi atribut harga, image atau citra, rasa atau aroma dan pelayanan terhadap keputusan pembelian gudeg di rumah makan Bu Tjitro Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi masing – masing atribut produk adalah positif sebesar 0,115 ( harga ), 0,337 ( image atau citra ), 0,122 ( rasa atau aroma ) dan 0,291             ( pelayanan ), sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh positif dari variabel harga, image atau citra, rasa atau aroma dan pelayanan terhadap keputusan pembelian gudeg di rumah makan Bu Tjitro Yogyakarta dapat diterima.
      Tahun 2003, Wirawan Adhi Prabowo ( 99311385 ) juga mengadakan penelitian tentang Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut Produk Getuk Trio, Magelang dengan variabel penelitian meliputi harga, rasa, kemasan dan daya tahan. Berdasarkan Uji Chi Square untuk  :
-  Jenis kelamin x2 hitung 0,620 dan x2 tabel 12,59.
-  Usia x2 hitung 6,88 dan x2 tabel 28,9.
-  Tingkat pendidikan x2 hitung 1,291 dan x2 tabel21,0.
-  Jenis pekerjaan x2  hitung 3,942 dan x2 tabel 36,4.
-  Penghasilan x2 hitung 9,695 dan x2 tabel 36,4.
Maka Ho diterima yang berati tidak ada perbedaan sikap konsumen berdasarkan karakteristik terhadap penelitian atribut harga, rasa, kemasan dan daya tahan. Berdasarkan data primer yang telah diolah dengan menggunakan metode Analisis Fisbeint’s atribut produk berupa rasa memperoleh nilai Ao terbesar, yaitu 13,53. hal tersebut menunjukan atribut produk berupa rasa mampu memberikan kepuasan tertinggi kepada para konsumen produk Getuk TRIO.
      Essa Setyandari ( 99311282 ) pada tahun 2004 melakukan penelitian tentang Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian Di Rumah Makan Ayam Goreng Suharti dengan variabel harga, produk, suasan, pelayanan dan lokasi secara bersama – sama mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan beli konsumen. Hal ini ditunjukan dengan hasil koefisien regresi, kelima atribut produk tersebut setelah diuji dinyatakan signifikan dan mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Dapat diketahui dari hasil bobot beta uji koefisien regresi. Dari kelima atribut yang diteliti diperoleh bobot beta                     masing – masing atribut sebagai berikut  : harga 21,6 %, produk ( dalam hal ini cita rasa ) 30,1 %, suasana 19,2 %, pelayanan 24,7 % dan lokasi 18,8 %.
2.2 Pemasaran
       2.1.1 Pengertian Pemasaran
            Pemasaran dalam arti sederhana dikenal sebagai bentuk pertukaran. Pertukaran disini terjadi karena masing-masing pihak yang bertransaksi mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga hal tersebut menjadikan masing-masing pihak saling melengkapi keinginan dan kebutuhanya.
            Sedangkan menurut Philip Kotler (1997 : 8) pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
            Menurut Basu Swastha (2000 : 178) pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
            Menurut Indryo Gitosudarmo (1999 : 158) proses pemasaran merupakan proses tentang bagaimana pengusaha dapat mempengaruhi konsumen agar konsumen tersebut dapat menjadi tertarik (tahu), senang, kemudian membeli dan akhirnya puas terhadap produk yang di pasarkanya.
            Menurut Adrian Payne (2001 : 28), pemasaran merupakan proses mempersepsikan, memahami, menstimulasi, dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi kebutuhan pasar. Pemasaran memberikan perhatian pada hubungan timbal balik yang dinamis antara produk-produk dan jasa-jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan konsumen serta kegiata-kegiatan para pesaing.
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran bukan hanya mempertukarkan produk kepada pihak lain, tetapi juga menyangkut merencanakan, menciptakan, menawarkan, dan mendistribusikan barang-barang yang bernilai dengan pihak lain.
       2.1.2Konsep Pemasaran
            Menurut Basu Swastha (1997 : 181) Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.
            Sedangkan menurut Philip Kotler (1997 : 17) Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah lebih efektif dari pada para pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.
            Konsep pemasaran berdasarkan pada empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan profitabilitas. Konsep pemasaran mengalami pemandangan dari luar kedalam, yaitu memulai dengan pasar yang didefinisikan dengan baik, memusatkan perhatian pada kebutuhan pelanggan, memadukan semua kegiatan yang akan mempengarui pelanggan dan menghasilkan laba melalui pemuasan pelanggan.
            Sementara itu, Tull dan Kahle (1997) mendefinisikan konsep pemasaran sebagai suatu konsep fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar  yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Melihat uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran terbagi atas 4 faktor, yang lebih dikenal dengan 4P atau marketing mix yang terdiri dari:
a.         Product (produk).
            Philip Kotler (2002) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kesuatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan. Produk-produk ini meliputi barang fisik, jasa, pengalaman,  peristiwa, tempat, property, organisasi dan gagasan.
b.         Place (tempat distribusi)
            Dalam rangka memperlancar arus pengiriman barang dan jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting dalam pemasaran adalah memilih secara tepat dan sesuai saluran distribusi yang digunakan, baik dari tempat, jenis rantai distribusi maupun lainya.
Alex S. Nitisemito, (1998:76) menjelaskan saluran distribusi yaitu :
            Lembaga – lembaga distribusi atau lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Distribusi ini bekerja secara aktif untuk mengusahakan perpindahan buku hanya secara fisik tetapi dapat arti agar barang-barang tersebut dapat dibeli oleh konsumen.
            Adapun tipe-tipe saluran distribusi menurut Basu Suasta DH dan Ibnu Sukotjo (1999:202) sebagai berikut :
a)      Produsen-konsumen
            Merupakan bentuk saluran distribusi yang paling sederhana tanpa mengunakan perantara, produsen dapat menjual barangnya secara langsung kepada  konsumen.
b)     Produsen – Pengecer – konsumen
            Saluran ini juga disebut saluran distribusi langsung. Disini pengecer besar langsung melakukan pembelian kepada produsen.
c)      Produsen – Pedagang besar – Pengecer – Konsumen
            Saluran distribusi yang banyak dipakai oleh perusahaan dan dapat disebut saluran tradisional. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar saja dan tidak menjual kepada pengecer, lalu pengecer akan dilayani oleh pedagang besar dan konsumen dilayani oleh pengecer.
d)      Produsen – Agen – Peadagang besar – Pengecer – konsumen
            Dalam saluran ini produsen mnggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barang kepada pedagang besar kemudian menjualnya kepada toko kecil.
e)      Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
            Disini produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Saluran dari agen adalah pengecer besar.
c.       Price (Harga )
            harga merupakan satu-satunya dari seluruh elemen bauran pemasaran yang menghasilakn pendapatan, sedangkan elemen lain menimbulkan biaya. Harga merupakan sejumlah nominal yang harus dibayar pelanggan atas produk yang dinikmati.
            Mengingat kaitan harga yang berhubungan dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk, maka dalam penentuannya Kotler (2002:520) berpendapat harus melewati enam langkah, yaitu:
a)         Memilih Tujuan Penetapan Harga
b)         Menetunkan Permintaan
c)         Memperkirakan Biaya
d)         Menganalisis biaya, harga dan tawaran pesaing
e)         Memilih Metode Penetapan Harga
f)           Memilih Harga Akhir.
d.      Promotion (promosi)
            Philip Kotler (2002) menyebutkan promosi merupakan seluruh aktifitas perusahaan untuk menginformasikan suatu produk termasuk didalamnya usaha untuk mempengaruhi konsumen dengan membujuk, maupun mengingatkan konsumen akan keberadaan produk mereka. Sedangkan Peter dan Olson (2000) menggolongkan atau mengelompokkan promosi menjadi empat golongan atau jenis, yaitu iklan (Advertising), penjualan personal (Personal Silling), promosi penjualan (Sales Promotion) dan publisitas (Publicity).
2.3 Pengertian Produk dan Klasifikasi Produk
       2.2.1 Pengertian produk
            Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, maupun dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan yang bersangkutan. Secara konseptual Fandy Tjiptono menyebutkan (1997:95) :
Produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang bias ditawarkan sebagai usaha untuk mecapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa produk dapat pula didefinisikan sebagai presepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya, secara lebih terperinci konsep produk total meliputi barang, kemasan, merek, label, pelayanan, dan jaminan yang kesemuanya tersebut dapat disebut pula sebagai atribut produk.
       2.2.2 Klasifikasi Produk
            Produk dapat di klasifikasikan atau dibagi - bagi dari sudut pandang yang berbeda - beda. Produk pada umumnya diklasifikasikan. Berdasarkan siapa konsumenya dan untuk apa produk tersebut dikomsumsi. Berdasarkan krikteria atau sudut pandang ini produk dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu barang konsumen (consumer’s good) dan barang industri (industrial’s good).
            Pengertian dari barang konsumen sendiri dapat diartikan sebagai barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Pada umumnya barang konsumen diklasifikasikan berdasarkan pada kebiasaan konsumen dalam berbelanja ( Berkowitz, et al, 1992 ), yang dapat juga dicerminkan dalam tiga aspek berikut ini :
a)         Usaha yang dilakukan konsumen untuk sampai pada suatu keputusan pembelian.
b)        Atribut – atribut yang digunakan konsumen dalam pembelian.
c)         Frekuensi pembelian.
            Setelah melihat dasar dari pembagian barang konsumen diatas, maka berikut ini merupakan klasifikasi dari barang konsumen. Barang konsumen dapat di klasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :
1.    Convenience Goods.
Barang Konveniens atau convenience goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi ( sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum dalam pembandingan dan pembelianya. Barang konveniens sendiri masih dapat dibagi lagi menjadi 3 jenis yaitu:
a.    Staples. Merupakan barang yang dibeli konsumen secara rutin dan reguler.
b.    Impulse Goods. Merupakan barang yang dibeli tanpa perencanaan terlebih dahulu ataupun usaha – usaha untuk mencarinya. Impulse goods tersedia dan dipajang di banyak tempat yang tersebar, sehingga konsumen tidak terlalu susah untuk menemukanya.
c.    Emergency Goods. Merupakan barang yang dibeli bila suatu kebutuhan dirasa konsumen sangat mendesak.
2.    Shopping Goods.
Shopping goods merupakan barang – barang yang dalam proses pemilihanya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Shopping goods dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yang berbeda, yaitu :
a.    Homogeneous shopping goods. Merupakan barang – barang yang oleh konsumen dianggap serupa dalam kategori kualitas tetapi berbeda dalam hal harga.
b.    Heterogeoneous shopping goods. Merupakan barang – barang yang aspek karakteristik atau cirri khasnya (features) dianggap lebih penting oleh konsumen dari pada aspek harga. Dengan kata lain konsumen mempersepsikannya berbeda dalam hal kualitas dan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label)nya.
3.    Specialty Goods.
Specialty goods merupakan suatau barang yang spesial yang memiliki cirri – cirri unik atupun karakteristik yang lain dari pada barang yang lain, dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Pada umumnya barang – barang specialty merupakan barang – barang yang tergolong mewah dengan merek dan model yang spesifik. Yang menjadi konsumen baranag spesial (specialty goods) ini pada umumnya adalah golongan masyarakat menengah keatas.
4.    Unsought Goods.
Unsought goods merupakan barang – barang yang tidak diketahui konsumen kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Unsought goods dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.    Regularly unsought goods, adalah barang – barang yang sebetulnya sudah ada dan diketahui konsumen, tetapi tidak terpikirkan untuk membelinya.
b.    New unsought goods, adalah barang yang benar – benar baru dan sama sekali belum diketahui konsumen. Jenis baran ini merupakan hasil inovasi dan pengembangan produk baru, sehingga belum banyak konsumen yang mengetahuinya.
            Klasifikasi  kedua dari produk adalah barang industri. Yang disebut sebagai barang industri yaitu barang – barang yang dikonsumsi oleh konsumen bisnis atau para pelaku industri. Barang industri pada umumnya selain dikonsumsi langsung juga dapat diubah ataupun dijual kembali tanpa melakukan perubahan fisik pada barang tersebut. Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan perananya dalam proses produksi dan biayanya. Philip Kotler dalam Fandy Tjiptono menyebutkan ada tiga kelompok barang industri yang dapat dibedakan, yaitu materials and parts, capital items, dan supplies and services.
1.    Materials and Parts. Yang tergolong dalam klompok ini adalah barang – barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk jadi. Kelompok ini dapat diperinci menjadi dua macam, yaitu bahan baku serta bahan jadi dan suku cadang.
2.    Capital Items. Adalah barang – barang tahan lama (long lasting) yang member kemudahan dalam mengembangkan dan/atau mengelola produk jadi. Capital items ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu intalasi dan peralatan tambahan (accesoies equipment).
3.    Supplies and Services. Yang termasuk dalam kelomok ini adalah barang – barang tidak tahan lama (short lasting) dan jasa yang member kemudahan dalam mengembangakan dan/atau mengelola keseluruhan produk jadi.   
       2.2.3 Pengertian Atribut Produk dan Komponen Atribut produk.
            Atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) dapat diartikan sebagai suatau karakteristik yang spesifik dari produk yang memberikan manfaat penting bagi konsumen dan dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.
            Disebutkan dalam, Fandy Tjiptono (1997) mengartikan atrbut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) sebagai ungsur – unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Unsur – unsur atribut tersebut meliputi merek, kemasan, label, jaminan, pelayanan, dan sebagainya.
            Didasarkan pada pengertian atribut  diatas maka peneliti ini menggunakan komponen atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label), yaitu mutu, kemasan, label, dan merek sebagai bahan dasar penelitian. Karena sabun merupakan bahan convenience yang tidak tahan lama maka untuk komponenan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) jaminan tidak diikut sertakan, begitu pula dengan komponen atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) seperti pelayanan, ini dikarnakan dalam melakukan pembelian sabun jarang disertai dengan pelayanan – pelayanan yang khusus.
            Atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) sendiri memiliki beberapa komponen yang menyertai suatu produk perusahaan, komponen – komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.         Mutu
            Mutu meruakan salah satu faktor penting bagi seorang pemasar maupun produsen yang mempengaruhi posisi produk. Menurut Kotler dan Armstrong mutu produk berarti kemampuan produk tersebut untuk melaksanakan fungsinya termasuk didalamnya keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan, dipergunakan, dan diperbaiki, serta atribut bernilai yang lain ( 1997 : 279 ) keseluruhan ciri atau sifat barang dan jasa yang berpengaruh kemampuannya memenuhi kebutuhan yang diyatakan maupun tersirat Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002 : 37) terdapat delapan dimensi karakteristik kualitas atau mutu produk, yaitu :
1.   Performance. Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk tersebut dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2.   Features. Merupakan aspek kedua dari performance yang menambah fungsi dasar berkaitan dengan pilihan – pilihan dan pengembanganya.
3.   Keandalan (Reliability). Berkaitan denagan probabilitas atau kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya dengan baik atau berhasil dalam waqktu priode tertentu dengan kondisi tertentu.
4.   Konfirmasi. (Confirmance). Berkaiatan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5.   Durability. Merupakan ukuran masa pakai suatu produksi, karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
6.   Kemampuana pelayanan (service ability). Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.
7.   Estetika (esthetics). Merupakan karakteristik yang bersifat supjektif sehingga berkaitan denagan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. 
8.   Kualitas yang dirasakan (perceived quality ) sifat subjektif bekaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk tersebut seperti meningkatka harga diri,  prestise, dan lain sebagainya.
b.         Merek.
            Merek merupakan sesuatu yang selalu “mengiringi” suatau produk. Dalam suatau proses produksi merek merupakan identitas suatau produk yang sangat dipertimbangkan dalam pemilihan dan keputusan pembelian terhadap suatu produk.
            Merek dapat diartikan sebagai nama, istilah, symbol, atau kombinasi hal – hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakanya dengan produk pesaing. Namun pada dasarnya suatu merek juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri – ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli. Aaker (1996) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara produk dengan merek, yaitu : produk hanyalah sesuatau yang dihasilkan oleh pabrik, sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli konsumen. Dengan kata lain, bila produk dapat ditiru dengan mudah oleh pesaing maka merek selalu memiliki keunikan yang relatif sukar dijiplak. Fandy Tjiptono (1997 : 104) menyebutkan bahwa merek memiliki tujuan sebagai berikut :
1.    Sebagai indentitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatau perusahaan dengan produk pesaingya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.
2.    Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
3.    Untuk membina citra, yaitu dengan meberikan keyakinan, jaminan kualitas estra serta prestise tertentu kepda konsumen.
4.    Untuk mengendalaikan pasr.
            Mc. Carthy dan Perrault dalam bukunya mengungkapkan bahwa ada beberapa kondisi yang menguntungkan untuk pemberian merek yaitu :
1.    Produk menjadi mudah diidentifikasi oleh merek atau merek dagangan.
2.    Kualitas produk merupakan nilai terbaik dalam menetapkan harga dan kualitasnya menjadi mudah dipertahankan.
3.    Ketersediaan yang terpercaya dan tersebar dimungkinkan.
4.    Permintaan terhadap kelas produk umum cukup besar.
5.    Harga pasar cukup tinggi agar supaya pemberian meraknya cukup menguntungkan.
6.    Ada sekala ekonomis jika pemberian merek benar – benar berhasil, biaya bisa turun dan laba akan meningkat.
7.    Tersedian lokasi atau pajangan di toko.
            Seorang pakar merek dari Universitas California di Berkeley Amerika Serikat, David A, Aaker mengembangkan konsep ekuitas merek (brand equity). Inti dari konsep ini adalah bahwa sebuah merek bias memiliki posisi yang sangat kuwat dan menjadi modal / ekuitas, apabila merek tersebut memenuhi empat factor utama, yaitu brand awareness (telah dikenal oleh masyarakat), strong brand association (memiliki asossiasi merek yang baik), perceived quality (dipersepsikan konsumen sebagai produk yang berkualitas), dan brand loyalty (memiliki pelanggan loyal atau setia terhadap merek tersebut).


c.          Kemasan
            Pengemasan (packaging) merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah atau pembungkus untuk suatau produk. Fandy Tjiptono (1997 : 106) menyebutkan bahwa tujuan penggunaan kemasan antra lain meliputi :
1.    Sebagai pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan , kehilangan, berkurangnya kadar atau isi, dan sebagainya.
2.    Untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan (aperating), misalnya supaya tidak tumpah sebagai alat pemegang, mudah menggunakanya.
3.    Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable), atau untuk melakukan isi ulang (refill).
4.    Memberikan daya tarik (promotion), dari segi artistik, warna, bentuk, maupun desainya.
5.    Sebagai identitas produk (image). Misalnya berkemas awat, kokoh, mewah atau lembut.
6.    Dalam hal distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung, atau ditangani.
7.    Informasi (labelling), yaitu menyakut isi, pemakaian, dan kualitas.
8.    Sebagai cerminan inovasi produk, terkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang.
            Pemberian kemasan pada suatu produk bias memberikan tiga manfaat utama (Berkowitz ep al, !999), yaitu :
1.      Manfaat Komunikasi. Manfaat utama kemasan adalah sebagai media pengungkapan informasi produk kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi cara menggunakan produk, komposisi produk, dan informasi khusus (efek samping, frekuensi pemakaian yang oktimal, dan sebagainya). Informasi lainya berupa segel atau symbol bahwa produ tersebut halal dan telah lulus pengujian atau disahkan oleh instansi pemerintah yang berwenang.
2.      Menfaat Fungsional. Kemasan seringkali memastikan peranan fungsional yang penting, seperti memberikan kemudahan, perlindungan, dan penyimpanan.
3.      Manfaat Perseptual. Kemasan juga bermanfaat dalam menanamkan persepsi tertentu dalam benak konsumen.
              Assauri dalam bukunya meyebutkan bahwa kemasan yang baik harus dapat memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1.      Harus dapat melindungi produk terhadap kerusakan, kehilangan dan kekotoran.
2.      Harus ekonomis dan praktis bagi kegiatan pendistribusian produk tersebut, hal ini dimaksutkan bahwa perusahaan harus dapat memilih jenis dan cara pembungkusan dengan biaya yang relative murah, akan tetapi dapat memberi kemudahan bagi konsumen untuk membawa dan menyimpanya.
3.      Ukuran kemasan hendaklah sesuai dengan kehendak pembeli, misalnya besar kecilnya kemasan tersebut dan bentuknya sesuai dengan kesatuan produk.
4.      Kemasan haruslah memberikan aspek deskriptif, yaitu menunjukan merek, kualitas, yang terdapat dalam produk tersebut.
5.      Kemasan hendaknya mempunyai citra dan aspek seni.
d.         Label
             Subset dari kemasan, label bisa hanya berupa tempelan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang yang memberikan kesatuan dari kemasan. Label juga sangat berkaitan erat dengan pengemasan. Stanton dalam Fandy Tjiptono (1997) menyebutkan bahwa label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual, sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa pula merupakan etiket (tamda pengenal) yang dicantelkan pada produ. Menurut Gito Sudarmo (1995) label merupakan bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan menenai barang tersebut ataupun jumlahnya secara garis besar terdapat tiga macam label (Stanton, et al. 1996),yaitu:
1.    Brand lebel, yaitu nama produk yangdiberikan pada produk atau di cantumkan pada kemasan
2.    Desceriptive label,yaitu label yang memberikan informasi obyekti mengenai penggunaan,konstruksi / pembuatan, perawatan / perhatoian dan kinerja produk, serta karakteri-karakteristik lainya yang berhubungan dengan produk.
3.     Grade label, yaitu label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk (product’s judget quality) dengan satu huruf,angka,atau dengan kata. Di amerika, misalnya buah persik dalam kaleng diberi label kualitas A,B,C,dan D
e.          Layanan Pelengkap
            pada saat ini banyak produk yang tidak dapat dari unsure jasa atau layanan, baik itu sebagai jasa inti                                       (jasa murni) maupun jasa sebagai pelengkap. Produk inti umumnya sangat bervariatif antara tipe bisnis yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada umumnya memiliki layanan pelengkap yang hampir sama. Menurut Lovelock dalam Fandy Tjiptono (1997:107) mengklasifikasikan layananpelengkap menjadi delapan kelompok, yaitu :
1.       Informasi. Misalnya jalan / arah menju tempatprodusen, jadwal atau skdul penyanpaian produk / jasa, harga, instruksi,mengenai penggunaan produk inti ataupun layanan pelengkap, peringatan (warnings),kondisi penjualan / layanan ,pemberitahuan adanya perubahan, dokumentasi, konfirmasi reservasi, rekapitulasi rekening, tanda terima dan tiket.
2.       Konsultasi. Seperti pemberian saran, auditing, konseling pribadi, dan konsultasi manajemen / teknis.
3.       OrderTtaking. Meliputi aplikasi(keanggotaan di klup atau programtertentu, jasa langganan, jasa berbasis kualifikasi seperti perguruan tinggi, order entry, dan reserpasi seperti tempat duduk , meja ruang, dan fasilitas yang terbatas seperti  pameran )
4.       Hospitality. Di antaranya sambutan, toilet, fasilitas menunggu, security, transportasi, dan perlengkapan kamar mandi.
5.       Caretaking. Terdiri dari perhatian dan perlindunan atas barang milik pelanggan yang mereka bawa (parker kendaraan roda dua atau empat, penitipan tas dan lain-lain, serta perlindungan atas barang yang telah dibeli pelanggan (pengemasan, transportasi, instalasi, reparasi, upgrade, inovasi, dan pemeliharaan preventif).
6.       Exceptions. Meliputi permintaan kusus sebelumnya penyampaian produk, menangani complain / pujian / saran, pemecahan masalah dan restitusi (pengembalian uang, kompensasi, dan sebagainya).
7.       Billing. Meliputi laporan periodic, faktur untuk transaksi indifidual, laporan verbal mengenai jumlah rekening, mesin yang memperlihatkan jumlah rekening dan self – billing.
8.       Pembayaran. Berupa sualayan oleh pelanggan, pelanggan berinteraksi dengan perusahaan yang menerima pembayaran, pengurangan otomatis atas rekening nasabah, serta  control dan verifikasi.
f.           jaminan (Garansi)
            jaminan adalah janji yang merupakan kuwajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberim ganti rugi  bila produk ternyata tidak bias berfungsi bagaimana mestinya, tidak seperti yang diharapkan, tidak seperti yang dijanjikan. Jaminan bias berupa kualitas produk, reparasi, ganti rugi ( uang kembali atau produk di tukar ), dan sebagainya. Jaminan sendiri ada yang bersifat tertulis dan adapula yang ttdak tertulis. Pada saat ini jaminan sering kali dimanfaatkan sebagaai aspek promosi, terutama pada produk – produk tahan lama.

       2.2.4 Prilaku Konsumen
            Loudon dan Della Bitta dalam buku Mangkunegara, mengartikan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan dan aktifitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh menggunakan atau dapat mempergunakan barang atau jasa.
            Sedangkan Mangkunegara mengartikan  prilaku konsumen sebagai suatu tindakan - tindakan yang dilakukan individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang atau jasa ekonomis yang dipengaruhi lingkungan.
            Disamping itu menurut James. F. Angel dan Roger D. Blackwell (1996) dalam mendefinisikan perilaku konsumen sebagai keinginan - keinginan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan barang – barang dan jasa - jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan dalam persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan tersebut.
            Secara umum prilaku konsumen dapat digambarkan seperti dalam gambar atau pola dibawah ini :
 Gambar 2.1
Prlaku Konsumen




Sumber : Basu Swasta Dharmmesta, T. Hani Handoko, 1982, Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen, hlm 27

            Gambar tersebut memperlihatkan bahwa prilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa bentuk interaksi antara factor – factor lingkungan disatu pihak, individu dipihak lain. Suatu contoh seorang konsumen telah melihat produk sabun Lifeboy disuatu tempat (factor lingkungan) dan ia membutuhkan sabun untuk mandi, tetapi dengan sabun yang sesuai dengan jenis kulitnya dan sesuai dengan kemampuan keuanganya. Interaksi yang terjadi seperti ilustrasi diatas mengakibatkan adanya perilaku konsumen dalam bentuk diambilnya suatu keputusan pembelian terhadap sabun Lifeboy tersebut.
            Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen terhadap dua elemen penting, yaitu 1) proses pengambilan keputusan dan 2) kegiatan fisik, yang semuanya melibatkan indifidu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang – barang dan jasa – jasa ekonomis.
       2.2.5 Model Perilaku Konsumen
            Suatu model dikembangkan untuk berbagai macam penggunaan tetapi tujuan utama dari pengembangan perilaku konsumen adalah :
1.    Membantu kita mengarahkan teori yang mengarahkan penelitian tentang perilaku konsumen.
2.    Sebagai bahan dasar untuk mempelajari pengetahuan yang terus berkembang tentang perilaku konsumen.
            Pembahasan mengenai perilaku konsumen dalam sebuah model yang menyeluruh telah dikemukakan oleh John A. Howard pada tahun 1963, tetapi model ini baru dipublikasikan dalam buku “The Theory of Buyer Behaviour” ditahun 1969 oleh John A. Howard dan Jagdish N Sheth, sehingga lebih dikenal sebagai model prilaku konsumen Howard dan Sheth (Basu Swasta, 1999).
            Model prilaku konsumen Howard dan Sheth menjelaskan mengenai bagaimana suatu input tertentu bias menghasilkan suatu output tertentu pula, maka diprlukan adanya informasi dan proses pengambilan keputusan yang melibatkan motivasi, persepsi dan proses belajar seseorang. Model Howard Sheth tentang prilaku konsumen berisi empat elemen pokok :
1.    Input ( Variables rangsangan / stimuli )
2.    Susunan hipotesis ( Hypothetical Constructs )
3.    Output (Response Variables )
4.    Variabel – variaabel eksogen (Exogeneous Variables )
Keterangan :
a.    Input ( Variabel rancangan / stimuli )
            Variabel input dari model Howard – Sheth  adalah berupa dorongan ( stimuli ) yang ada dalam lingkungan konsumen. Sejumlah pendorong tersebut bersifat komersial ataupun social. Dorongan komersial berasal dari pemasaran perusahaan, yaitu dorongan yang berupa barang ( produk ) yang berkaitan dengan harga, mutu, tampilan produk dan kesediaan produk tersebut dipasar. Disamping itu terdapat juga stimuli simbolik yang meliputi hal – hal yang berhubungan dengan kegiatan periklanan yang telah dilakukan perusahaan.
            Sedangkan dorongan yang bersifat sosial dimaksudkan dari komunikasi mulut ke mulut ( Word of Mouth ) yang terjadi didalam keluarga, kelas sosial, dan kelompok referensi, dimana hal ini merupakan input yang sangat efektif untuk suatu keputusan pembelian.
b.    Susunan Hipotesis ( Hypothetical Contructs )
                   Susunan hipotesis merupakan intern dari konsumen, yang menggambarkan proses hubungan antara input dan output pembelian. Susunan hipotesis terdiri dari dua bagian, yaitu :
a)         Susunan pengamatan atau pandangan  ( perceptual construct  ), yang terdiri atas perhatian, perhatian ini dipengaruhi oleh dorongan yang bersifat ganda / ambigu ( stimulus ambiguity ) dan oleh sikap, bias pengamatan dan penyelidikan konsumen.
b)        Susunan belajar ( learning construct ) yang terdiri atas motif, pemahaman merek, criteria pemilihan, maksud dan tujuan untuk membeli, keyakinan dan keputusan yang akan diperoleh.
c)         Output ( Response variables )
            Sebagai hasil dari model Howard – Sheth adalah variabel tanggapan ( respon variables) yang berupa keputusan untuk membeli. Tujuan ( Itention ) adalah kecenderungan konsumen untuk membeli merek yang disukainya. Sikap merupakan penilaian konsumen tentang kemampuan merek tertentu dari suatu produk  dalam memuaskan keinginannya. Pemahaman mengenai suatu produk adalah sejumlah informasi yang dimiliki konsumen tentang suatu produk tertentu.
c.    Vriabel – variable Eksogen (Exogeneous variables)
            Dalam model Howard – sheth terdapat variable – variable eksogen yang ikut mempengaruhi prilaku konsumen, variable – variable tersebut adalah :
a)         Pentingnya keputusan pembelian
b)        Sifat kepribadian
c)         Status keuangan
d)        Waktu
e)         Factor social dan organisasi
f)          Kelas social
g)         Kebudayaan
            Prilaku konsumen merupakan kunci penting dalam penyusunan strategi pemasaran yang tepat, dengan kata lain prilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen yang akan digunakan dalam menyusun strategi pemasarn yang tepat. Oleh karena itu, kerangka berpikir dari pembahasan perilaku konsumen harus didasarkan pada tujuan tersebut. Assaeal dalam sutisna (2003) secara jelas menggambarkan bagaimana model perilaku konsumen bias dipelajari yang dapat menunjukkan adanya interaksi antara pemasar dengan konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi merek produk, mempertimbangkan bagaimana alternative merek produ dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada ahirnya memutuskan merek apa yang akan dibeli. Terhadap tiga factor pertama adalah konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal – hal yang ada pada diri konsumen. Kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi demografis, gaya hidup dan karakteristik kepribadian individu akan mempengaruhi pilihan individu itu terhadap berbagai alternative merek yang tersedia.
            Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen. Pilihan – pilhan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang megitarinya. Ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek produk, dapat didasri oleh banyak pertimbangan.
            Faktor ketiga yaitu stimuli pemasaran atau disebut juga strategi pemasan. Strategi pemasaran yang banyak dibahas adalah satu – satunya variable dalam model ini yang dikendalikan oleh pemasar. Dalam hal ini, pemasaran berusaha mempengaruhi konsumen dengan menggunakan stimuli – stimuli pemasarn seperti iklan, kemasan dan lain lainya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan.
            Starategi yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu yang berhubungan dengan produk yang ditawarkan, penentuan harga jual produknya, strategi promosinya dan bagaimana melakukan distribusi produk kepada konsumen. Selanjutnya, pemasar harus mngevaluasi strategi pemasaran yang dilakukan dengan melihat respons konsumen untuk memperbaiki strategi pemasaran di masa depan.
            Dari uraian diatas dapat digambarkan suatu bagan model perilaku konsumen seperti di bawah ini : 
Gambar 2.3
Model Perilaku
Konsumen

 
Sumber : Henry Assael (1992) “Consumer Bahaviour and Marketing Action”

       2.2.6 Keputusan Pembelian
            Menurut Assael dalam sutisna (2003) keputusan pembelian diartikan sebagai suatu tindakan atau perilaku konsumen untuk melakukan pembelian yang diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan (need arousal)
Gambar 2.4
Proses Pengambilan Keputusan
 
Sumber : Sutisna, SE. ME, Perilaku konsumen & Komunikasi Pemasaran, 2003
       Keterangan :
            Suatu proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen diawali oleh disadari tentang adanya masalah (problem recognition). Selanjutnya jika sudah disadari maka konsumen akan mulai mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkanya, proses pencarian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berhubungan dengan produk yang diinginkan.
            Dari berbagai momen scara terperinci menjelaskan keputusan pembelian yang dilakukan konsumen, terbagi dalam tiga perspektif pengambilan keputusan
            Dengan dibelinya merek produk tertentu, proses evaluasi belum berakhir karena konsumen akan melakukan evaluasi setelah melakukan pembelian (post purchase evaluation). Proses evaluasi ini akan menentukan apakah konsumen akan merasa puas atau tidak atas keputusan pembelianya. Dampak dari evaluasi ini sangan vital, karena jika konsumen merasa puas maka pada saat atau pada masa akan datang konsumen tersebut akan melakukan pembelian ualang begitu pula sebaliknya.
            Disamping gambar bagan diatas terdapat pula model 5 tahap dalam proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen, seperti gambar bagan dibawah ini :
Gambar 2.5
Model Lima Tahab Proses membeli
 
Sumber : Buku Catatan Penulis mata kuliah Perilaku konsumen

Keterangan :
1.         Pada tahap ini konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi actual yang memadai untuk membangkitkan dan melakukan proses pengambilan keputusan.
2.         Konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang releven dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).
3.         Bagaimana konsumen memproses informasi mengenai merek yang bersaing dan membuat pertimbangan nilai yang terakhir.
4.         Dalam tahap ini membentuk proferensi diantara merek – merek dalam kelompok pilihan.
5.         Setiap pebelian produk konsumen akan mengalami suatu tingkatan kepuasan atau ketidak puasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan produk tersebut yang mendapat perhatian pemasarn.
                        Selain moel diatas, engel an Blackwell juga telah mengembangkan suatu model untuk menganalisis factor – factor yang mempengaruhi prilaku konsumen yang menyebbkan terjadinya suatu keputusan pembelian pembelian. Model menggambarkan dengan jelas mulai timbulnya kebutuhan sampai tahap akhir dari suatu pembelian, yaitu penilaian setelah pembelian. Pendekatan ini didasarkan proses pengambilan keputusan konsumen. Model ini mempunyai dua versi, yaitu High Involmen dan Low Invovement. Pebedaan antara keduanya terletak keterlibatan pribadi seseorang, kuat tidaknya hubungan antara produk yang di beli dengan ego seseorang atau besar tidaknya resiko yang timbul jika keputusan yang di ambil keliru.
1.      High Involvement
            Pada High Involvement, produk yang di beli mempunyai hubungan erat atau tinggi dengan ego seseorang, dikarenakan harga produk tersebut mahal, cirri – cirri produk yang komplek, dan adanya resiko yang tnggi apabila terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Contohnya untuk pembelian rumah, mobil, parfum dan sebagainya. Pendekatan ini dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari input, information, dicision process, dicision process variables.
            Namun inti dari pendekatan ini adalah pada komponen decision process, yaitu: 1) need recognition, 2) information search, 3) alternatif search, 4) choice, 5) autcome.
            Pasa High Involvement ini, menunjukkan adanya rangkaian aktifitas yang cukup lengkap dari konsumen dalam pemecahan yang luas, dengan keterlibatan konsumen yang tinggi pada proses pembelian.
            Konsumen dangan tingkat keterlibatan tinggi adalah seseorang yang sangat memperhatikan berbedaan adalah merek – merek tertentu, dan bersedia mengeluarkan energy untuk memperimbangkan segala sesuatu mengenai merek tersebut. Konsumen dengan tingkat keterlibatan tinggi lebih dari sekedar penerima informasi yang pasif, tetapi ia lebih cenderung mengevaluasi secara kritis implikasi – implikasi negative dan positif yang diterima. Sikap terhadap merek tertentu dibentuk dari keoercayaan yang dikembangkan konsumen dari evaluasi kritis seperti diatas.
2.      Low Involvement.
            Pada Low Involvement, tidak terjadi hubungan yang erat antara produk yang dibeli dengan ego seseorang, atau dapat dikatakan hbungan tersebut lemah. Contohnya pada pembelian tissue, makanan kecil dan sebagainya. Model ini menggambarkan keterlibatan yang rendah ada proses keputusan pembelian pada seseorang konsumen. Perbedaannya dengan High Involvement adalah terletak pada pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen, dalam Low Involvement pencarian informasi yang dilakukan konsumen sangat jarang diperlukan atau bahkan tidak sama sekali. Konsumen hanya menggunakan kriteria evaluasi sangat sedikit, sehingga dapat bias dikatakan langsung pada tahap pemilihan, oleh karena itu jika evaluasi terhadap pembelian memberikan hasil yang baik, maka hail tersebut akan memberikan pengaruh yang positif pada pembelian berikutnya (konsumen akan melakukan embelian ulang). Menurut Schiffman dan Kanuk (1999) keputusan pembelian merupakan suatu keputusan atau penetapan pilihan dari dua atau lebih alternative pilihan, sehingga keputusan pembelian dapat di artikan sebagai penetapan pilihan oleh konsumen terhadap dua atau lebih alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhanya.
2.4  Hubungan Atribut produk dengan Keputusan Pembelian
            Kegiatan pemasaran berkembang dengan cepat akhir – akhir ini. Persaingan bukanlah antara apa yang diproduksi berbagai perusahaan dalam pabrik mereka, tetapi apa yang mereka tambahkan dalam pabrik mereka tersebut dalam pengemasan, mutu produk, iklan, konsultasi bagi pelanggan dan hal – hal yang lain orang anggap penting. Dari beberapa hal di atas maka tersirat bahwa atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) yang terdiri dari mutu, merek, kemasan, dan label memegang satu peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Kepuasan konsumen akan suetu produk yang berdampak pada dilakukanya pembelian ulang terhadap produk tersebut. Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu hubungan antara pengaruh atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label) terhadap keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2.5  Kerangka   Pemikian
            Pada penelitian ini peneliti menggunakan Santri pondok pesantren Darussalam Blokagung Asrama Al-hikmah sebagai populasi, oleh karena itu peneliti memberikan kuesioner yang akan diisi oleh sampel. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui bagai mana pengaruh atribut produk (mutu, merek, kemasan dan label) terhadap keputusan pembelian. Untuk mempermudah penelitian, maka peneliti menggunakan kerangka pemikiran seperti di bawah ini : 
 Gambar 2.6
Kerangaka Pemikiran Penelitian
 
Penjelasan
            Pengaruh atribut produk ( mutu, merek, keasan, dan label ) dalam pengambilan keputusan oleh konsumen dalam penelitian ini dipandang oleh peneliti sebagai suatu fenomena yang menarik. Untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh atribut produk ( mutu, merek, kemasan, an label ) ini, maka peneliti diharuskan mengetahui dan memahami scara teoritis elemen – elemen dsalm penelitian yang berhubungan dengan atribut produk (mutu, merek, kemasan, dan label ) dan konsumen. Setelah mengetahui dan memahami secara teoritis, maka peneliti membuat konsep – konsep dan hipotesis penelitian yang merupoakan unsure dari elemen – elemen penelitian yang dilambangkan rumus Y=f(X1,X2,X3,X4)
            Arti dari lambang – lambang atau huruf – huruf dari rumus diatas adalah sebagai berikut :
Y            Melambangkan Pengambilan Keputusan Pembelian oleh konsumen.
X1          Melambangkan variable Pertama dalam penelitian yaitu mutu.
X2          Melambangkan variable kedua dalam penalitian yaitu merek.
X3          Melambangkan vareble ketiga dalam penelitian yaitu kemasan.
X4          Melambangkan vareble keempat dalam penelitian yaitu label.
            Sehingga arti dari rumus secara keseluruhan adalah “bagaimana pengaruh atribut produk ( mutu, merek, kemasan, dan label ) terhadap pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen “.
            Selanjutnya penelti melakukan pengujian hipotesis mengenai dugaan sementara terhadap konsep – konsep yang telah dibuat proses operasionalisasi sehingga didapat y=f(x1,x2,x3,x4) yang merupakan hasil pengukuran dari uji hiopotesis. Hasil dari yang dikatakan sebagai hasil dari penelitian ini.
            Sedangkan secara terperinci mengenai fenomena yang diteliti, yaitu Atribut produk ( mutu, merek, kemasan, dan label ), peneliti menggunakan alur pemikiran seperti gambar bagan dibawah ini :
Gambar 2.7
Kerangka Kerangka Mengenai Tribut Produk

Berdasarkan alur pemikiran tersebut, maka atribut produk ( mutu, merek, kemasan, dan label) terdiri dari empat elemen yaitu mutu, merek, kemasan, dan label. Keempat factor tersebut dapat diukur serta dianalisis sejauh mana tingkat pengaruhnya atau seberapa besar derajat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian, penelitian menganalisis dengan menggunakan metode korelasi berganda dan regresi liniear berganda untuk melihat derajat pengaruhnya serta menggunakan analisis regresi persial untuk menentukan variable manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian.
2.6 Hipotesis
            Hipotesis merupakan jawapan sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu runusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimah pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawabanyang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi secara singkat hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.
            Menurut Sugiyono (2001:51) bntuk hipotesis penelitian dibagi menjadi tiga macam yaitu
1.         Hipotesis Deskriptif. Merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif
2.         Hipotesis Asosiatif. Merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif
3.         Hipotesis Komparatif. Merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif
            Rumusan masalah yang ada pada penelitian ini adalah rumusan masalah yang mempunyai bentuk asosiatif (suatu masalah penelitian yang melihat hubungan / pengaruh dua variabel lebih ) oleh karena itu dalam penelitian ini hiipotesisnya adalah sebagai berikut :
1.         Diduga ada pengaruh signifikan antara variable mutu produk ( X1 ), variable merek ( X2 ), variable kemasan ( X3 ), dan variable label produk ( X4 ) secara simultan maupun parsial terhadap keputusan penbelian sabun Lifeboy pada santri pondok pesantren Darussalam Blokagung Asrama Al-Hikmah.
2.         Diduga variabel mutu ( X1 ) berpengauh dominan terhadap Keputusan Pembelian ( Y ) sabun Lifeboy pada Santri pondok pesantren Darussalam Blokagung Asrama Al-Hikmah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar